Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

<b></b>

Jumat, 25 Juni 2010

"Berawal dari Hati" with happy ending

Pak, sebenarnya pekerjaan bapak apa, apa tidak mengganggu kalau harus terapi seperti ini seminggu dua kali?”tanya Niera memecah keheningan. Aku pun menjawab,”saya pelayan masyarakat dok, tugas saya adalah mengurusi penerimaan negara dari sektor perpajakan”. Saya sudah ijin dengan atasan, untuk melakukan terapi ini. Habis dari sini, saya juga langsung berangkat ke kantor.”jawab saya sekenanya sambil terus terapi berjalan tanpa dibantu dengan tongkat.

Dok, sebenarnya dari logat bicara dokter, sepertinya bukan asli Jogja sini ya dok..? Ia pun menjawab sambil melihatku belajar berjalan tanpa tongkat,” iya pak, saya sebenarnya asli dari Kebumen, kebetulan saya kuliah di UGM dan pertama kali ditempatkan di rumah sakit ini. Orang tua saya asli dari sana pak, semua keluarga saya juga ada di sana.

Aku pun bertanya lagi,” apa dokter di sini tidak kangen dengan keluarga, apa tidak kangen dengan suami atau anak mungkin...? Kepalanya didongakkan ke atas, kulihat samar-samar, sepertinya mata nya mulai berkaca-kaca,” Ia pun berkata, “suami saya sudah meninggal setahun yang lalu, Ia meninggal dalam kecelakaan ketika hendak menyusul saya ke Jogja. Innalilahi wa inna ilaihi rajiun, maaf kan saya dok, saya tidak tau. Ternyata Allah menakdirkan hal yang sama untuk kita, orang yang paling kita cintai telah mendahului kita.

Terus aku pun bertanya lagi,”apa dokter tidak kesepian di Jogja sini, apa tidak mulai mencari pengganti. Saya rasa dokter masih muda, masa depan dokter masih terbentang luas ke-depan. Ia pun hanya diam, tidak menghiraukan pertanyaanku. Mungkin ia teringat dengan suaminya dulu yang sangat dicintainya. Aku pun tidak berani bertanya tanya lagi, meskipun sebenarnya dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku ingin sebenarnya menanyakan kepada dirinya apakah aku pantas menjadi pengganti suaminya dahulu...?

Setelah selesai terapi, akupun pamit padanya. Ia pun masih diam, tanpa ada satu kata pun yang terucap dari bibirnya. Tapi sebelum aku keluar dari pintu lab terapi, ia pun memanggilku,”pak, Jika ada orang yang baik hatinya dan berani melamarku di hadapan kedua orang tuaku seperti yang suamiku dulu lakukan, maka aku serahkan semuanya pada Allah (“maksudnya mungkin mengiyakan”)....Aku pun langsung berangkat ke kantor dengan taksi yang aku cegat di depan rumah sakit itu. Paling dari Rumah Sakit Sardjito ke KPP Pratama Wonosari memakan waktu 15 menit, dan biasanya ongkosnya pun cuma 20 ribu rupiah.

Tak terasa waktu cepat berlalu, jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul 11 malam. Aneh, lain dari biasanya, malam ini aku tidak dapat tidur. Di benakku masih terdapat suatu tanda tanya yang terus berputar,”Apakah artinya... kalau aku melamarnya di hadapan kedua orang tuanya, dia lantas mau menikah denganku...? Apakah ia mau menikah denganku...??? Apakah aku pantas menikah dengannya..?? pertanyaan-pertanyaan ini yang selalu berputar di kepalaku.

Aku pun kemudian solat istikharoh dan solat witir 3 rokaat. Tak lupa aku berdoa semoga Allah memberikan ku petunjuk untuk menemukan jodohku? Aku pun kemudian tidur dan bermimpi. Kulihat disana, almarhum ibuku datang dengan membawa oleh-oleh, ia menyuruhku untuk pergi berkunjung ke rumah kakekku yang kebetulan memang tempatnya ada di Prembun, salah satu daerah di Kebumen.

Setelah bangun dari mimpi, dan menunaikan solat subuh, aku pun memikirkan mimpi yang semalam tadi. Apakah berarti mimpi itu adalah ilham agar aku pergi ke kebumen untuk melamar Niera..? atau itu hanya sekedar mimpi biasa agar aku dapat menyambung silaturahmi dengan keluarga kakekku..?

Akhirnya aku putuskan bahwa aku akan pergi ke sana. Aku pikir tak ada salahnya jika besok aku kesana. Sambil silaturahmi ke rumah kakekku, aku pikir tak ada salahnya aku juga silaturahmi ke orang tuanya Niera. Mumpung besok, adalah hari sabtu dan minggu, hari libur yang cocok buat berpergian jauh.

Akhirnya saat yang ditunggu pun tiba, Sabtu pagi ini, aku pun berangkat ke Kebumen. Jarak dari Jogja ke Kebumen memang tidaklah terlalu jauh. Hanya 2 jam kalau naek bis dari Pasar Gamping Jogja ke terminal Prembun. Dari Prembun ke Pasar Ngaran pun bisa naek becak, cukup bayar 5 ribu saja untuk sampai ke rumah calon mertuanya itu.

Setelah tiba di rumah orang tuanya. Aku pun dipersilahkan istirahat dan makan siang. Kata orang tuanya, Niera memang sedang tidak ada di rumah. Niera yang ngekos di Jogja, untuk Sabtu dan minggu ini memang tidak pulang ke rumahnya di Kebumen. Niera sedang mengunjungi sepupunya yang sedang sakit di Magelang.

Setelah berbasa basi, Ayah Niera pun mempersilahkan diriku untuk menginap di rumahnya untuk beberapa waktu. Aku pun mengiyakan permintaan orang tuanya Niera, maklum sebenarnya aku ingin sekali melihat bagaimanakah keluarganya sehari-hari. Sekalian liburan lah, kata ku dalam hati.

Keesokan harinya setelah solat subuh berjamaah di Masjid, Aku pun diminta ayahnya Niera untuk membantunya di ladang. Ladang seluas 3 Hektar tidak jauh dari rumahnya, memang merupakan salah satu andalan penghasilan keluarga. Mulai dari jagung, kentang, ubi, singkong dan tanaman palawija lainnya yang ditanam di ladang tersebut. Aku pun diajari oleh ayahnya Niera bagaimana cara mencangkul yang benar, bagaimana cara memetik daun singkong agar umbinya tidak pahit, dan bagaimana menakar obat hama agar tidak berlebihan.

Beberapa menit sebelum adzan Zuhur berkumandang, Aku pun telah selesai membantu ayahnya Niera di Ladang. Setelah pulang, dan istirahat sebenar, Ibunya Niera pun memintaku untuk membantu mengambilkan barang belanjaannya yang tertinggal di toko deket pasar. Aku pun mengiyakan, nanti akan ku ambilkan setelah sholat zuhur bu,”jawabku sambil melihat jam dinding di ruang tamu sudah menunjukkan pukul 12 tepat.

Setelah memenuhi permintaan ibunya Niera, dan tidur siang, akhirnya aku pun berjalan jalan di sekitar rumah itu. Ternyata aku bertemu dengan Pamannya Niera yang merupakan seorang peternak kambing dan sapi. Aku pun diminta untuk membantunya mengembalakan kambing dan sapi nya tersebut. Tak lupa sambil mengembala, aku pun mengambil rumput dan daun-daun segar dari pohon di sekitar ladang.

Malam menjelang, keluarga itu kedatangan seorang tamu. Ternyata tamu itu pun hendak melamar Niera. Pemuda itu adalah anak seorang pejabat sekaligus ulama di Prembun. Pemuda itu sendiri adalah seorang lulusan dari universitas di Singapura dan menjadi pengusaha salah satu pabrik makanan ringan di Prembun. Setelah berkenalan denganya, Aku pun merasa minder, aku merasa kelas ku sangat jauh jika dibandingkan dengan pemuda itu. Aku hanya seorang pegawai negeri sipil, gajiku tidak seberapa dibandingkan dengan dirinya.

Ketika malam tiba, aku samar-samar mendengar dari kamarku bahwa orang tuanya Niera lebih memlilih pemuda tersebut dibandingkan dengan diriku. Ngilu hatiku, aku sungguh sangat down mendengar mereka berkata-kata seperti itu. Akhirnya, sebelum tidur aku pun salat witir 3 rakaat. Habis sholat, aku berdoa kepada Allah semoga Engkau Zat yang Maha berkehendak, mau memilihkan untuk ku seseorang yang Engkau Cintai dan yang nantinya mau mencintaiku karena mencintaimu. Mengenai siapa orangnya, aku serahkan kepadamu Ya Rabb, hanya Engkaulah yang Maha mengetahui segala yang ghaib.

Keesokan paginya aku pun pulang, dan pamit kepada kedua orang tuanya Niera. Ku katakan pada mereka bahwa aku hendak berkunjung kepada keluarga almarhum kakekku sebelum aku balik ke Jogja. Tak lupa aku titipkan sebuah surat untuk Niera kepada mereka.

Niera, mungkin hanya surat ini yang dapat aku sampaikan kepadamu, dan setelah ini, aku serahkan semua urusanku kepada Allah. Aku tak tau harus berkata apa, tapi mungkin hanya doa ini yang bisa aku panjatkan untukmu.

Ya Allah...
Aku berdoa untuk seorang yang mungkin akan menjadi bagian dari hidupku...
Seseorang yang sungguh mencintai-Mu, lebih dari segala sesuatu...
Seseorang yang tahu bagi siapa dan untuk apa ia hidup, shingga hidupnya tidaklah sia sia...
Seseorang yang tidak hanya mengasihiku, tapi juga menghormatiku sebagai pemimpin bagi dirinya dan keluarga...

Ya Allah...
Aku tidak meminta seseorang yang sempurna,
Namun aku ingin mendampinginya sehingga ia menjadi seseorang yang dekat di mata-Mu.
Seseorang yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya.
Seseorang yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya serta...
Membutuhkan senyumnku untuk mengatasi kesedihannya...

Aku ingin ia menjadi istriku,
seseorang yg bisa menyayangi diriku dan anak-anak ku kelak...
Seseorang yang bisa menyemangatiku....dan menegurku apabila diriku bersalah atau berbuat khilaf...
aku tidak tau siapakah jodohku dan begitu pula ia...tp aq ingin ia menjadi istriku, entah dirinya..

--**--

1 bulan setelah aku berkunjung ke rumahnya orang tuanya Niera. Ada 1 SMS dari no yang tak aku kenal,” maaf mas, aku sudah memantapkan pilihan. Setelah solat istikharoh hampir 2 minggu ini, aku mantap menolak lamaranmu. Salam... dari Niera Putri...

Hati ku seperti pedih sekali setelah membaca sms darinya. Tapi aku berbaik sangka kepada Allah, mungkin Allah akan pilihkan seseorang yang lain, yang akan mendampingi diriku lebih baik darinya. Aku pun kemudian solat duha di mushalla kantor, dan mematikan hp ku.

Malam menjelang, aku hidupkan kembali hp ku yang lupa aku hidupkan tadi di kantor, ternyata ada 1 sms lagi yang belum aku baca dari Niera. “mas, aku menolak lamaranmu, bukan karena aku tak mau menikah denganmu. Tapi sebenarnya aku lah yang sebenarnya ingin melamarmu, seperti Khadijah melamar kepada Muhammad....Aku tunggu balasan sms mu, jika engkau sudah mantap dan yakin, aku ingin keluargaku dan keluargamu bisa segera mungkin mengatur kapan dan dimana akad nikah kita. Salam...Niera Putri.

1 komentar:

yudha mengatakan...

waaa. ceritane marakke terharu mbah...
keep posting mbah..