Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

<b></b>

Kamis, 24 Juni 2010

Pemberian yang baik mendatangkan hasil yang baik...

Aku lahir dari keluarga miskin. Ayahku adalah seorang supir mikrolet jurusan Way Halim-Tanjungkarang, Lampung. Penghasilannya memang tidaklah menentu. Kadang kalau rejeki ayah sedang banyak, sehari penghasilan bersih nya bisa sampe 30 ribu, tapi kalau rejekinya sedang seret kadang ia tidak bisa membawa uang sepeserpun. Bahkan beberapa hari ini ayah sering “menombok”. Maklum akhir-akhir ini penumpang sangatlah kurang. Walhasil apa yang ayah dapatkan dari uang bayaran penumpang, sangat kurang dari uang yang harus ia setorkan ke boz yang punya mikrolet.

Untuk membantu menambah penghasilan keluarga, ibu membuka warung di depan rumah. Warung kami memang tidak lah besar, hanya barang keperluan sehari-hari yang kami jual. Untungnya pun tidak seberapa. Kalau dihitung secara kasar, paling sebulan hanya dapat untung sekitar 200 ribu rupiah.

Aku sendiri adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Aku kelas 1 SMP, sedangkan adik ku yang kembar, si Ratih dan si Rini kelas 5 SD. Mengingat kami adalah keluarga miskin, seluruh biaya sekolah kami ditanggung oleh pemerintah alias gratis. Kami hanya membayar untuk membeli buku-buku pelajaran dan alat-alat tulis. Kalau untuk seragam sekolah, kebetulan sekolah kami menggratiskan bagi siswa atau siswi yang orang tuanya tidak mampu.

Suatu ketika datanglah seorang peminta-minta. Ibu itu terlihat letih sekali sambil mengendong anaknya yang kira-kira berumuran 2 tahun, sedangkan tangan kirinya sedang menggandeng kakaknya yang seumuran dengan adikku. Aku sebenarnya ingin sekali memberikan uang jajanku untuk mereka, tapi hati kecilku menolaknya. Maklum, mungkin tidak seminggu sekali orang tuaku memberikan uang jajan untuk ku. Selembar uang seribu rupiah ini pun aku terima dari ayahku, sebagai upah dari membantunya menjadi kernet mikrolet. Meskipun dikasih uang jajan, aku pun tidak pernah menggunakannya untuk membelikan makanan seperti anak-anak lain. Biasanya uangnya itu aku tabung untuk aku belikan baju baru buat hari raya.

Ibu peminta-minta itu pun berkata, “ Nak, sudah seharian ini kami belum makan. Lihat adik kecil ini, sudah sebulan ini ia tidak menyusu karna kami belum mempunyai uang yang cukup. Lihat juga kakakknya, sudah seminggu ini ia berpuasa, karna di rumah memang tidak banyak nasi yang bisa dimakan. Tolonglah nak, semoga Allah memberi kebaikan kepadamu?

Akhirnya, ibu ku pun datang dan menemui mereka. Ia membawa satu piring nasi lengkap dengan sayur dan 2 buah tempe. Ibu ku pun berkata,”maaf bu, yang saya punya hanya ini, biasanya yang kami makan hanyalah ini. Andaikan Allah menakdirkan kami hari ini makan telur atau ayam, insya Allah, ibu pun akan kami berikan hal yang sama. Ibu saya pun mempersilahkan mereka masuk dan tak lupa memberikan mereka air minum.

Ibu peminta-minta itu pun tanpa sungkan-sungkan lagi menyuapi kedua anaknya. Anaknya yang paling tua pun berkata,” bu, ibu tak makan, mari makan sama-sama bu”. Kata anaknya itu sambil mengunyah suapan nasi dari ibunya. Ibu pengemis itu pun berkata,” sudah nak, kau saja, ibu belum lapar, biarlah nanti, kalau kita dapat rejeki lagi dari Allah, insya Allah ibu pasti akan makan”.

Selesai makan, ibu pengemis itu pun pamit, dan berdoa,”semoga Allah memberi rejeki yang lebih barokah dari ini, dan semoga Allah memberikan rahmat dan kebahagiaan kepada keluarga ini. Ya Allah rahmatilah keluarga ini, lindungilah keluarga ini, dan bahagiakanlah mereka.

Aku pun tergerak untuk memberikan selembar ribuan satu-satunya ini untuk mereka. Dalam hatiku, sesungguhnya harta yang menjadi teman dan penolong ku di alam kubur dan akhirat nanti, bukanlah selembar ribuan yang aku simpan di celengan nanti, tapi mungkin insya allah selembar ribuan ini yang aku ikhlaskan untuk mereka.

Tak terasa waktu cepat berlalu, malam pun menjelang. Ibu menjadi khawatir mengapa ayah sampai saat ini belumlah pulang. Maklum, kami tak mempunyai telepon apalagi handphone yang bisa kami jadikan alat komunikasi. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan ibu masih menunggui ayah dengan khawatir. Ibu takut kalau ayah mendapat bala atau kecelakaan di jalan.
Aku pun menyuruh Ibu tidur. Maklum ibu dari pagi hingga malam ini belumlah istirahat. Ada saja pekerjaan beliau yang membuatnya tak pernah merasakan tidur siang atau berleye-leye.

Tak terasa, sambil membaca terjemahan Al Qur’an, ku lihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kudengar pintu depan rumahku ada yang mengetok. Alhamdulillah, setelah kulihat, ternyata ayahku sudah pulang. Tidak ada luka atau cacat sedikitpun pada seluruh tubuhnya. Bahkan wajahnya pun tampak ceria, senyum memancar dari wajahnya yang merona.

Mana ibu nak??”, Mana Ibuu...? kata ayahku. Ayahku berkata,” alhamdulillah buk, tadi ayah dapat carteran dari salah seorang penumpang. Bayarannya lumayan besar. Ini ayah juga dapat oleh-oleh dari dia. Ayah juga dapat tawaran untuk menjadi supir untuk pamannya, seorang pemilik pabrik dan perusahaan jamu terbesar di daerah ini. Katanya gajinya cukup pantas, 750 ribu, bu perbulannya, sedangkan nanti ayah bakal dikasih uang makan 15 ribu setiap harinya....

Alhamdulillah, aku pun menangis dan sujud syukur. Aku jadi teringat akan kejadian tadi siang dengan pengemis itu. Aku pun teringat akan hadis rasulullah,” Rasulullah bersabda diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “ Orang yang belas kasihan akan dikasihi Arrahman (Yang Maha Pengasih), karena itu kasih sayangilah yang di muka bumi, niscaya kamu dikasih-sayangi mereka yang di langit.

Dan hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, Rasulullah bersabda “Kemurahan hati adalah dari (harta) kemurahan hati dan pemberian Allah. Bermurah hatilah niscaya Allah bermurah hati kepadamu.

Tidak ada komentar: