Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

<b></b>

Senin, 21 Juni 2010

berawal dari hati

Subuh kali ini sungguh sangat berbeda degan subuh satu tahun yang lalu. Dulu, ketika ku bangun, kulihat istriku tampak cantik, sedang tertidur pulas di sampingku. Ku kecup keningnya dan kukatakan aku cinta padanya. Setelah itu, aku pun beranjak ke toilet, menggosok gigi dan berwudhu, dan pamitan kepadanya klo aku akan solat subuh berjamaah di masjid.

Tapi hari ini sangat jauh berbeda. Sebulan semenjak Istriku meninggal akibat kecelakaan tragis itu, rumah ini tampak sepi. Di sini diriku hanya sendiri. Ku teringat bagaimana kami terbiasa tilawah bersama. Aku yang membaca Al Quran, sedangkan ia yang membaca terjemahannya. Tak terasa air mataku berlinang, mengingat saat-saat kami masih bersama. Dalam hati, aku pun berdoa semoga Engkau Ya Allah mau mengampuni segala kesalahannya dan menerimanya sebagai hambamu yang mukhlis.

Selesai membaca Al Quran, aku pun beranjak ke halaman belakang rumah. Ku sirami bunga dan tanaman-tanaman yang biasanya istriku menyiramnya setiap hari. Tak lupa ku bersihkan rumput-rumput liar dan daun-daun yang menguning dan sudah berguguran di tanah. Aku pun berdoa, Ya Rabb kami yang Maha Pengasih, pertemukanlah kami dengan keluarga kami dalam keadaan bahagia di surga. Agar kami bisa berkumpul kembali dan melihat banyak ciptaan-Mu yang sangat indah di sana.

Setelah semua tanaman kusirami, ku lihat jam dinding di dapur masih menunjukkan pukul setengah enam pagi, aku pun menyiapkan pakaian training ku untuk pergi ke pasar sekaligus joging pagi. Maklum jarak dari rumah kami ke pasar memang tidak begitu jauh, tapi cukup lumayan untuk joging di waktu pagi, kira-kira 15 menit kalau kita kesana dengan berlari-lari kecil. Sesampai di pasar, ku beli sayur-sayuran segar, buah-buahan, 1 kg telur, dan tempe. Tak lupa ku beli ikan lele, daun bawang, ½ kg terigu, dan berbagai macam bumbu dapur.

Sampai di rumah, aku pun memanaskan motorku. Aku masukkan semua belanjaan yang sudah kubeli tadi di kulkas. Aku jadi teringat dengan istriku dulu. Biasanya dia lah yang menyiapkan semua masakan di rumah. Sedangkan bagianku adalah membuat juz buah-buahan segar dari pasar. Aku pun bersegera memasak tempe dan telur dadar, tak lupa sayur sop agar makanan lebih nikmat dan berkuah. Semuanya ini memang tidak terlalu sulit bagiku untuk membuatnya. Dulu aku sering melihat istriku yang cantik itu memasak. Aku pun sering memerhatikan bagaimana dirinya membuat bumbu untuk sayur sop, dan bagaimana membuat telur dadar yang enak.

Meskipun makanan buatanku tak seenak seperti buatan istriku, tapi aku cukup puas untuk membuatnya. Aku pikir selain lebih hemat, ternyata makanan yang kita buat sendiri ini bisa lebih sehat dan bisa membuat diri semakin bersemangat.

Setelah makan, mandi dan berpakaian yang rapi, akupun bersegera memanaskan motorku. Jam dinding di ruang keluarga kami, sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi lewat sepuluh menit. Aku pun kembali teringat dengan istriku, biasanya dirinyalah yang sering terlambat untuk berkerja. Sudah kumaklumi, perempuan lebih suka bersolek dibandingkan dengan laki-laki. Akupun sering menggodanya agar lebih cepat berdandan. Ku katakan padanya, istriku ini sudah cantik, jadi tak perlu memakai make up yang tebal, yang penting kan kamu terlihat cantik dimataku, tidak masalah apa kata orang lain. Ia pun menjawab, “kalau istrimu dikatain orang, “kucel”, nanti dirimu sendiri lho mas yang malu. Nanti kata orang, kamu gak bisa membelikan ku bedak buat berdandan. Aku sih ketawa saja. Tapi aku nasehati dia agar jangan memakai minyak wangi, Allah dan para malaikat akan melaknat para wanita yang keluar dari rumahnya dengan memakai minyak wangi. Yang penting berdandan ala kadarnya saja dan tidak berlebihan. Aku pun bersegera mengunci pintu rumah. Maklum kantor tempat ku bekerja sudah menggunakan “Finger Print” sehingga telah satu menit saja, dapat mengurangi gaji dan tunjangan ku nanti.

Aku pun membaca bismillah dan memacu motorku di kecepatan 40 Km/Jam. Ditengah perjalanan, entah kenapa kepala ku sedikit pusing, dan mataku agak berkunang kunang. Hujan pun tiba-tiba turun dengan derasnya. Aku pun mempercepat laju motorku hingga di kisaran 70 Km/Jam. Aku pun mendahului truk yang tepat berada di depanku. Namun naas, saat menyalip, aku tak melihat ada mobil dari arah berlawanan yang melaju kencang. Untung mobil itu segera menyadari dan membanting stir nya ke kanan. Motorku terserempet, dan aku pun terpental hingga ke bahu jalan. Motorku hancur. Stang semuanya patah. Tapi, Alhamdulillah aku masih diselamatkan Allah, meskipun kaki kiri ku patah, dan banyak luka di sekujur tubuhku, tapi aku masih tetap sadar.

Alhamdulillah pula, meskipun pengemudi mobil yang menabrakku entah lari kemana, ada pengemudi mobil lain di belakangku yang masih berkemauan untuk menolong dan membawaku ke rumah sakit. Kulihat seseorang turun sambil membawa payung. Aku pun samar-samar melihatnya dari kejauhan. Wajahnya tampak cantik, dengan jilbab warna ungu yang tampak serasi dengan dirinya. Aku pun kemudian tidak sadarkan diri. Aku pikir diriku sudah meninggal, menyusul istriku yang paling kucintai di sana.

Hampir 4 hari aku tak sadarkan diri di kamar itu. Dan ternyata setelah siuman dan sadar, ternyata aku pun menyadari bahwa diriku berada di rumah sakit. Ku tanyakan kepada suster yang kebetulan sedang memeriksaku. Kemana orang yang menolongku, dan siapakah namanya, aku ingin mengucapkan terima kasih ku kepada dirinya. Suster itu pun menjawab, orang yang menolongmu waktu kecelakaan dulu, “namanya adalah Neira pak. Kebetulan, Ia adalah dokter ahli bedah di rumah sakit ini. Alhamdulillah pak, kemaren, beliau bersama tim nya telah mengoperasi kaki kiri bapak yang patah. Alhamdulillah, kemungkinan besar 3 bulan dari sekarang, setelah bapak melakukan terapi dan berobat rutin, bapak bisa kembali normal. Meskipun beliau adalah dokter muda, tapi sudah beberapa operasi yang sukses ia jalankan.

Air mataku pun tak bisa dibendung. Ku bersyukur kepada Allah, aku masih bisa melihat dunia. Masih bisa bertobat kepada-Nya, dan masih bisa menambah bekal pahala ku untuk bertemu pada-Nya. Akhirnya Dokter Neira pun datang dan menjengukku. Beliau dengan senyum nya yang manis menanyai kabarku dan menyemangatiku agar lebih bersemangat dalam hidup dan mau mengikuti terapi pasca operasi ini.

Beliaupun bertanya, "no contact istri yang ada di HP bapak kok tidak bisa dihubungi? Aku pun menjawab, “istriku sudah tiada bu, sebulan yang lalu akibat kecelakaan”. Dia pun meminta maaf kepadaku, dan menyarankan kepadaku agar lebih banyak bersyukur dan beribadah kepada-Nya. Beliau pun berkata dan mengutip salah satu dari hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, Rasulullah bersabda, “Aku mengagumi seorang mukmin. Bila memperoleh kebaikan dia memuji Allah dan bersyukur. (Dan) Bila ditimpa musibah dia (pun) memuji Allah dan bersabar.

Aku pun berterimakasih kepadanya. Kagum diriku dengan dokter yang berbudi dan berhati baik sepertinya. Jika saja, ia mau menjadi pengganti istriku, dan mau menikah denganku. Meskipun, hati kecilku pun sangksi, apakah dokter secantik dan sebaik dirinya ini sudah bersuami, atau minimal memiliki calon suami...? Lalu apakah diriku pantas untuk mendapatkannya dan menjadikannya istriku?..

(doakan, semoga Allah memberi kebaikan kepada penulis, untuk menuliskan kisah perjuangan si “Aku” dalam cerpen ini untuk mendapatkan “Dokter niera” dihadapan bapak dan ibunya di Kebumen)...bersambung ke cerpen bagian II...”Berawal dari hati II”

Tidak ada komentar: