Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

<b></b>

Senin, 31 Mei 2010

berawal dari prasangka yang baik...

Hidup Reina tidak sebahagia seperti yang ia pikirkan dahulu. Ketika akad nikah, ia berharap bisa menjalani bahtera rumah tangga bersama dengan suaminya hingga beranak cucu. Punya anak yang soleh dan pintar, memiliki rumah idaman dengan kebun aneka buah yang luas, hingga bisa pergi berhaji bersama dengan keluarganya tercinta. Namun, suaminya telah mendahuluinya setahun yang lalu karena terkena serangan jantung. Hanya dua anaknya yang masih kecil yang menjadi semangatnya untuk hidup dan menempuh lembaran baru.

Selama ini Reina memang hanya berkerja sebagai seorang guru honorer di SD Muhamadiyah 1 Lampung. Gajinya yang hanya sebesar 600 ribu, dan uang pensiunan almarhum suaminya sebesar 800 ribu hanya bisa pas-pasan mencukupi kebutuhan makan dan pendidikan kedua anaknya.

Suatu malam tepat setahun semenjak kepergian suaminya, Reina bermimpi bahwa dirinya melihat suaminya sedang berada di dalam sebuah pengadilan. Dimana ketika itu dirinya sedang berdiri menjawab sebuah pertanyaan dari seseorang yang tidak dikenalnya...Entahlah ia pun tidak bisa melihat orang yang bertanya tersebut dengan jelas, ia pun samar-samar mendengar beberapa pertanyaan yang sangat membingungkan. Reina dalam mimpinya tidak dapat menjawab dengan sebuah kata apapun, ia hanya bisa diam, memandangi wajah suaminya yang tertunduk lesu.

Ketika ia sadar dari mimpinya, ia teringat akan sesuatu yang selama setahun ini hampir ia lupakan. Semasa suaminya masih hidup, sudah terkumpul sejumlah uang yang suaminya niatkan bersama dirinya untuk pergi haji. Jumlahnya memang baru sekitar 50 juta, tidak cukup untuk mereka berdua pergi haji. Meskipun demikian dengan jumlah sebesar itu, sebenarnya sudah cukup untuk menghajikan salah seorang dari mereka.

Banyak saudara yang menyarankan agar uang tersebut didepositokan saja. Dan setiap bulannya ia bisa menikmati uang dari bunga-nya tersebut. Tapi Reina menolaknya secara halus, dalam hatinya ia tetap yakin pada pendirian suaminya, bahwa bunga bank adalah rezeki yang haram, tidak akan membawa berkah buat dirinya dan anak-anaknya. Ada juga saudara yang menyarankannya agar menginvestasikan dalam bentuk reksadana, sehingga akan mendapatkan return atau dividen yang lumayan untuk membantu kebutuhan hidupnya setiap bulan. Sebagian tetangga bahkan menasehatinya agar membuka warung atau kios yang cukup besar di pasar.

Reina tampak bingung, dalam hatinya ia merasa bahwa uang itu adalah uang suaminya yang seharusnya ia jalankan untuk melaksanakan pergi haji. Tapi dalam hati kecilnya ia pun bingung, karena anak-anaknya masih kecil, anaknya yang pertama masih kelas 3 SMP, sedangkan anak yang kedua masih kelas 6 SD. Selain berat hatinya untuk meninggalkan mereka, saat ini kedua anaknya itu sangat membutuhkan dana untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Seragam baru, sepatu baru, uang pembangunan, uang SPP, dan uang pendaftaran sangat membuatnya bimbang untuk melaksanakan pergi haji.

3 Januari 2011, setelah beberapa kali sholat istikharah, dirinya pun mantap untuk melaksanakan haji. Setelah mendaftar 1 bulan sebelumnya, ia menuliskan surat izin kepada sekolah dimana selama ini ia mengajar. Meskipun ia takut ia akan dikeluarkan nantinya karena selama ini ia masih menjadi guru honorer disekolah tersebut, ia hanya bisa pasrah. Baginya apa yang ia lakukan selama ini adalah untuk masa depan dirinya di akhirat nanti. Ia tidak ingin dipertanyakan nanti di akhirat sebagai seorang istri yang tidak berbakti dan tidak menjalankan apa yang telah diwasiatkan suami.

Sebelum keberangkatan, ia serahkan urusan kedua anak-anaknya tersebut kepada adik iparnya. Tak lupa ia titipkan sejumlah uang dan kartu ATM untuk mengambil uang pensiun almarhum suaminya sebesar 800 ribu setiap bulan. Ia berpesan kepada kedua anak-anaknya agar jangan melupakan sholat, dan rajin membaca Al Quran setelah Sholat lima waktu. Doakan ayahmu agar diampuni segala kesalahan-kesalahannya, dan mudah-mudahan Allah menganurahkan surga kepadanya. Dan kepada Ibumu semoga selamat sampe tujuan dan hajinya barakah.

Tak terasa sudah hampir 1 bulan sejak kepergian Riena ke Tanah Suci Mekkah. Adik iparnya yang ternyata jatuh sakit dan masih dalam keadaan kritis dirumah sakit, tidak memungkinkan untuk mengurusi anak-anaknya di rumah. Kedua anak Riena pun hanya bisa makan dua kali sehari, Kartu ATM yang selama ini ia titipkan kepada adik iparnya, ternyata masih tertinggal di rumah adik iparnya, lupa adik iparnya berikan.

Malam menjelang, kumandang takbir akbar bersahutan menjelang hari raya kurban yang sangat diidamkan. Kedua anak itu memang tak se-ceria anak-anak kebanyakan. Mereka hanya bisa menangis teringat dengan ayahnya yang telah tiada, teringat akan kenangan mereka di masa lalu, dimana mereka akan mendapatkan baju koko baru sebelum sholat id di lapangan. Mereka juga teringat akan ibunya yang kini berada di mekkah, biasanya ibunya lah yang selalu menceritakan kepada mereka cerita para nabi dan orang-orang sholeh.

Ketika kedua anak itu sedang asik tilawah mendoakan ayah dan ibunya, keluarga dari ayahnya yang berada di Jawa Tengah datang. Mereka membawa oleh-oleh dan baju-baju bagus untuk kedua anak itu. Betapa senang kedua anak itu, air di kedua matanya kembali berlinang, mengingat bagaimana ketika dulu, keluarga mereka biasa berkumpul bersama ayah dan ibunya. Mereka kini tak lagi khawatir dan kesepian, karena selama 1 bulan kedepan mereka akan berlibur di rumahnya.

Hari yang dinanti tiba, tak terasa, Reina, ibu dari kedua anak itu telah tiba di rumah yang penuh berkah itu. Wajahnya tampak bahagia, melihat kedua anaknya dalam kondisi sehat. Kangen yang tiada tertahan, melinangkan air mutiara cinta dari kedua matanya. Di saat yang sama, datanglah sahabat Riena, teman satu pengajar di sekolah dimana ia mengajar, yang mengatakan bahwa dirinya kini telah diangkat menjadi guru tetap di SD swasta tersebut. Betapa anugrah yang Allah berikan tiada terkira. Dengan gajinya yang kini sudah sebesar 2 Juta Rupiah setiap bulannya, ia yakin bisa menyekolahkan kedua anaknya hingga bangku kuliah. Ia juga masih menyimpan sisa uang dari ia pergi haji sebesar 10 juta yang bisa ia investasikan di usaha catering milik keluarga suaminya yang dari jawa tengah tersebut. Dirinya berharap semoga Allah selalu memberikan pertolongan kepada dirinya dan kedua anaknya kelak.

Dan ingatlah... :

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami.


Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami...... (QS. Al Baqarah:286).

Selasa, 18 Mei 2010

Pempek isi Jamur saos Cinta

Sakti, seorang pemuda berusia 21 tahun. Meskipun orang2 banyak memanggilnya sebagai pemuda yang cerdas, Sakti hanya bisa menamatkan sekolahnya hingga SMA saja. Baginya mengenyam bangku kuliah adalah hal yang sangat mustahil ia lakukan. Ayahnya yang sudah tiada dan ibunya yang hanya seorang buruh cuci rumah tangga tidak memungkinkan baginya untuk membayar uang masuk dan biaya semester kuliah. Apalagi 2 adiknya yg masih bersekolah, Bayu dan Bakti, memang sangat membutuhkan biaya yang tidak bisa dibilang kecil.


Sakti sedari kecil memang memiliki cita-cita menjadi seorang akuntan. Tapi setelah ayahnya meninggal, ini kini tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya berharap agar hidupnya bahagia, dan kedua adiknya bisa terlelap tidur di malam hari karena perutnya sudah terisi.


Jika pemuda-pemuda di sekitarnya sudah banyak yg menyandang gelar sarjana ekonomi, sarjana pendidikan, bahkan sarjana elektro dan kedokteran umum, dirinya hanyalah terkenal menjadi seorang pedagang pempek keliling saja. Modal untuk membuat pempek juga ia dapatkan dari hasil pinjaman Romo kyai Ageng. Romo kyai yang merupakan teman dekat ayahnya itu sangat mengasihani keluarga itu. Dulunya, Romo Kyai sempat berhutang budi kepada ayahnya Sakti. Biaya berobat kedua anaknya yang mengalami kecelakaan itu semuanya ditangguh oleh ayahnya.


Sejalan bergantinya tahun, keuletan Sakti dalam membuat pempek telah terdengar hingga ke seluruh kecamatan. Ibu-ibu di daerahnya banyak yang memesan pempek buatannya itu untuk jamuan pelengkap pesta pernikahan anaknya. Memang tidak mudah bagi Sakti untuk mencari ramuan atau metode yg pas dalam membuat pempek.


Dulunya ia hanya asal-asalan saja dalam membuat pempek. Toh ia pikir, pempeknya ini ia tujukan buat anak-anak sekolahan yg lapar di waktu istirahat atau pulang sekolah. Bahan pempeknya pun hanya dibuat dari sagu, tanpa ada ikannya sama sekali. Maklum harga pempek ikan dipasaran seharga 2000 rupiah sebuah itu, harus ia turunkan menjadi 500 rupiah agar pas dengan kantong anak-anak sekolah.


Namun sekarang sudah jauh berbeda, meskipun pempek buatannya tidaklah murah, tapi pempek buatannya sangatlah enak dan mantap, sebanding dengan harganya yang berkisar dari seribu lima ratus hingga dua ribu rupiah. Metode pembuatan pempeknya, memang diperolehnya dari Bibi Aida, tetangganya yang asli keturunan Palembang. Dulu waktu ayahnya Sakti masih hidup, beliau sering memesan pempek dari Bibi Aida. Maklum pempek buatan Bibi Aida terkenal enak dan lumayan murah.


Bibi Aida tidaklah pernah merasa rugi apabila ada orang yg minta diajari cara membuat pempek. Bagi Bibi Aida, pempek adalah salah satu budaya Indonesia yang harus dilestarikan, apalagi setiap tangan menurutnya memiliki keunikan sendiri dalam membuat citarasa pempek. Sehingga rasa pempek menjadi berbeda-beda. Intinya walaupun bahannya dan metodenya sama, namun bisa jadi hasil pempeknya berbeda. Katanya, cita rasa pempek banyak bergantung dengan tangan orang yg membuatnya.


Seiring berjalannya waktu, dan jam terbang Sakti dalam meracik dan memperbaiki cita rasa pempek buatannya, ia kini sudah bisa membuat kreasinya sendiri dalam membuat pempek. Kalau di pasaran bentuk pempek yang sering ditemui adalah berbentuk lonjong, bulet, atau gepeng, maka bentuk pempek buatan Sakti lebih unik. Bulatan seperti hati yang melambangkan cinta ini ia kreasikan sendiri untuk mengenalkan kepada setiap pembeli, bahwa pempek tersebut adalah buatannya sendiri. Ia pun tak lupa mempromosikan bahwa pempek buatannya itu bebas dari pengawet, pemutih, pelembut dan pengenyal yang sering dipakai oleh para pembuat pempek kebanyakan. Aneka rasa dan isi pun ia buat, ada yang isinya jamur, ada pula yang isinya bakso.


Kebanyakan masyarakat menyebut pempek buatannya dengan nama pempek Cinta. Mungkin sedikit mirip dengan bakso cinta karya khairul azzam di novelnya KCB. Tapi, pempek ini tidak lain adalah sebuah pempek yang melambangkan perasaan cintanya kepada keluarganya. Sebuah lambang cinta kepada Rabb yang menggambarkan bahwa dirinya ikhlas dan ridho dengan keadaannya sekarang yang yatim.


Bagi Sakti, apapun yang ia kerjakan dan ia lakukan semata-mata adalah dalam rangka mencari pahala kepada Allah. Baginya kerja apa saja yang halal, semuanya akan mendatangkan ketentraman hati dan keberkahan buat dirinya dan keluarga.


Sudah 10 tahun berlalu, adiknya yang pertama, Bayu telah lulus kuliah D3 di STAN. Sedangkan adiknya yang kedua, Bakti telah menginjak semester ke-5 jurusan Akuntansi di UGM. Semuanya itu bukan tidak lain adalah berkat kegigihan Sakti sebagai tukang pempek yang handal. Kios dan franchise pempek jamur buatannya kini telah tersebar hingga 10 tempat. Kalau dulu orang memakan pempek dengan menggunakan cuka, tapi di kios franchisenya, orang banyak telah familiar memakan pempek dengan menggunakan saus jamur kreasinya sendiri. Selain rasanya enak, pempek jamur buatanya lebih hiegienis dan lebih gurih.


Tak terasa, sejalan bisnis pempek jamurnya yang sudah merebak di daerah-daerah, usia Sakti pun semakin bertambah tua. Selama ini, azzam dalam hatinya untuk beristri belum lah ada. Sejak meninggalnya almarhum ayahnya, Sakti tidak pernah terlintas hatinya untuk mencintai seseorang gadis, apalagi memiliki istri.


Di usianya yang menginjak 32 tahun ini, banyak para pelanggan yang menanyakan mengapa ia tidak segera mencari seorang istri untuk berbagi suka dan duka dengan dirinya. Sakti hanya bisa tersenyum menjawabnya. Ia berkata, jika sudah saatnya nanti, mudah-mudahan Allah akan memberinya pendamping yang baik dan soleha.


Sudah banyak calon sebenarnya yang diperkenalkan kepada dirinya. Mulai dari Sri Retno Wati, anaknya Romo kiyai Ageng yang dahulu pernah meminjamkan modal untuk berdagang pempek. Anaknya cantik, lulusan S2 Mesir pula. Atau Putri Anggela, anaknya Bibi Aida yang pernah mengajarkan cara membuat pempek kepadanya, bukan lulusan S2, tapi seorang perawat sebuah rumah sakit di daerahnya. Tapi entah mengapa, semua calon itu terasa berat oleh Sakti. Ia pikir dirinya yang hanya lulusan SMA, dan berusia 32 tahun itu apakah pantas mendapatkan istri gadis muda lulusan S2 atau S1 keperawatan.


Untuk menjawab kegundahan hatinya, Sakti pun kemudian solat istikharoh dan banyak berdoa diwaktu solat malam. Doa-doanya pun lain dari biasanya. Kalau dulu sebelum sukses berdagang pempek, ia banyak berdoa kepada Rabbnya agar dagangnya laku atau memiliki banyak pelanggan, sekarang doanya itu lebih penting dan terkhusus untuk dirinya sendiri. Ia ingin cepat mendapatkan pendamping, tentu doa agar dirinya juga mendapatkan istri yang baik dan solehah.


Sambil berdoa, atas saran kedua adiknya, Sakti berkonsultasi kepada ustadz Zulkarnaen, ustadz yang ia percayai mampu mengenalkan calon pendamping yang baik buat dirinya. Adik-adiknya Sakti dan saudara-saudaranya pun ikut membantu mencarikan istri buat kakakknya.


Kemudian atas nasehat dari Bayu, adiknya Sakti. Dipilihlah seorang gadis, berumur 27 tahun. Namanya adalah Pandanwati, seniornya Bayu di STAN yang kini bekerja di Direktorat Jendral Pajak. Memang tak ada yang istimewa dari drinya. Mukanya tidak lah cantik seperti Desi Ratnasari atau Dian Nitami. Tapi karakternya sama seperti Siti Khadijah, orangnya lembut, jilbabnya pun besar tidak seperti jilbab-jilbab gaul yang muda mudi pakai pada zaman ini. Ia pun pandai memasak, dan pandai menjaga hati suaminya.


Akhirnya atas dorongan kedua adiknya, Sakti pun melamar Pandanwati. Ia yakin penilaian adiknya itu tidak akan jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Akhirnya pada Bulan Juni, 2 bulan setelah melakukan pendekatan kepada keluarganya Pandanwati di Purwokerto, Ia pun menikah dengan dengannya.


2 tahun sudah pernikahan mereka, sebuah bayi mungil bukti cinta mereka telah lahir. Pandanwati pun semakin kelihatan cantik sekarang. Mukanya merona, menggambarkan kebahagian yang sulit untuk dijelaskan. Kebahagiaan karena mendapatkan suaminya yang soleh, sangat pengertian dan penyayang. Atau bisa jadi karena mempunyai keluarga yang harmonis, tidak ada pertengkaran di dalamnya, dan tentunya mendapatkan bayi mungil yang sangat imut dan lucu.

Catatan hati seorang Menantu

Namaku Andi, seorang sarjana hukum dari universitas negeri di Pulau Bacang. Setelah lulus dan menjadi seorang sarjana, akhirnya tahun 2010 ini diriku berhasil menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan pemda tersebut.

Diriku lumayan ganteng, perawakan tinggi sekitar 170 cm, bapak dan ibuku pun termasuk orang berada, meskipun tidak dibilang kaya. Ayahku bekerja sebagai seorang kontraktor, sedangkan ibuku bekerja di Pemda Bacang dimana aq juga bekerja.

Aq mencintai seorang gadis. Namanya Ani, teman SMA dan kuliahku. Meskipun aq memiliki banyak pacar di luar sana, dia adalah cinta pertamaku. Ketika SMA bahkan hingga kuliah dia tak pernah mau menerimaku untuk menjadikannya pacar. Entah banyak alas an yang dia utarakan. Dulu ketika SMA, dia menolakku dengan halus, dan beralasan padaku bahwa dia ingin serius belajar. Ketika kuliah, dia pun menolakku, katanya mau serius dulu mengurusi skripsi. Sebenarnya aku tau maksudnya. Dia adalah tipikal akhwat yang enggan sekali untuk pacaran. Baginya pacaran adalah senda gurau yang sangat membuang waktunya. Saya tau klo kerjaannya di kampus adalah kuliah, membaca di perpustakaan, atau bertemu dengan anak-anak geng setipe dan sealiran dengannya.

Ani, sosok yang selama ini aku cintai, memang seorang akhwat berjilbab besar. Kecantikan wajahnya dan inner beuty yang memancar diwajahnya seakan menyirap setiap orang yang memandangnya untuk mengatakan cinta kepadanya. Temanku saja yang tergolong “ikhwan” dan suka mengaji di kampus, ditolak pula lamarannya. Entah mengapa aku penasaran sekali ingin menjadikannya pacar atau seorang isteri bagi anak-anakku.

Aku memang tidak lahir dari keluarga religius. Tapi untuk soal mengaji asal bunyi pun aq bisa. Hafalan Al Qur’an ku memang tidak terlalu banyak, tapi cukuplah sepuluh surat pendek Al Qur’an dari halaman terakhir aq sudah menghafalnya sejak SD dulu.

Aku sudah membicarakan hal ini dengan orang tuaku. Aku berkehendak ingin melamarnya langsung. Aku tau klo aq menembaknya menjadi pacar buatku, tentu saja ia pasti akan menolak mentah-mentah, Orang tuaku setuju, mereka menasehatiku untuk melakukan pendekatan kepada kedua orang tuanya.

Setelah kuhubungi via telepon dan kuutarakan maksudku. Akhirnya malam minggu ini aku pun bertandang kerumahnya Ani. Bukan untuk ngapel malam mingguan dengannya, tp pengen melakukan pendekatan dengan calon mertuaku. Calon mertuaku itu pun bertanya padaku, sudah berapa lama aq bekerja di Pemda bacang?’’…aku pun menjawab bahwa diriku ini adalah pegawai baru, baru bekerja selama 3 bulan disana. Gajiku di sana hanya 2 juta rupiah.

Mereka pun menanyaiku kembali, mobil yang engkau bawa kesini ini milik siapa? Aku pun menjawab mobil itu adalah pemberian orang tuaku. Mereka pun menasehatiku, apakah aku siap dan mantap untuk melamar ani, apakah aku siap menghidupinya dengan gaji 2 juta rupiah sebulan? Setelah itu mereka menyuruhku untuk melamarnya kembali 1 tahun lagi…mereka juga berpesan, bawalah kesini sesuatu dari keringatmu sendiri, bukan dari pemberian orang tuamu.

Aku tak habis pikir, apa yang salah dengan mobil pemberian orang tuaku itu. Dengan gajiku yang hanya 2 juta rupiah sebulan, sulit bagiku untuk mengajukan kredit mobil. Akhirnya aku pun memutuskan untuk mengambil kredit motor.

Satu tahun telah berlalu. Akhirnya aq pun kembali bertandang ke rumah calon mertua. Aku membawa sepeda motor hasil keringatku sendiri, aku pun berbangga bahwa cicilan kreditnya telah lunas bulan kemaren. Tak lupa untuk menarik hati calon mertua, aku pun membawakan mereka buah-buahan, dan sekuntum mawar cantik untuk Ani. Hatiku penuh harap, aku yakin, mereka pasti akan menerimaku menjadi menantu kesayangannya.

Kali ini calon mertua terlihat lebih ramah. Mereka senang sekali dengan kedatanganku, kelihatannya mereka senang dengan sepeda motor yang aku bawa kemari adalah dari hasil jerih payahku sendiri. Mereka pun kemudian menanyaiku kembali, apa aku sudah siap dan mantap untuk menikahi Ani. Aku pun dengan semangat membara menjawabnya iya, aku siap pak bu untuk membahagiakannya. Aku sudah mempunyai rumah, pemberian ayahku, rumahnya memang tidak bisa dikatakan mewah, hanya rumah sederhana tipe 45/150.

Mereka kemudian menatapku dengan tajam, mereka menyuruhku kembali dan datang kepada mereka 2 tahun lagi untuk menemui mereka. Syaratnya adalah aku sudah harus mempunyai rumah dari hasil jerih payah keringatku sendiri. Dijalan hatiku bingung kembali mengapa mereka seakan-akan membenci sekali jika diriku ini membawa harta pemberian orang tuaku. Tapi aku tak boleh buruk sangka, aku bertekad akan membeli rumah secara cicilan melalui KPR.

2 tahun telah berlalu, aku sudah memiliki rumah tipe 21/90, rumah yang sangat kecil, sederhana, hanya dengan dua kamar tidur saja. Itupun cicilan KPR nya masih 13 tahun lagi harus kulunasi. Aku tak tau apakah mereka akan masih tetap menerima ku untuk menjadi menantunya.

Akhirnya malam minggu ini aku beranikan diri menghadap mereka. Kali ini, seperti biasa aku membawakan mereka buah-buahan, dan sekuntum mawar buat si Ani. Calon mertuaku itu terlihat sangat ramah terhadapku. Mereka pun tersenyum saat mendengarkan bahwa diriku telah mempunyai rumah, mereka maklum dan tak berat hati ketika mendengar bahwa cicilan rumah itu masih harus kubayar selama 13 tahun. Akhirnya mereka mengizinkan aku untuk melihat si Ani. Ani membawakanku juz buah strawberry segar, warnanya merah, semerah mawar yang aku berikan kepadanya. Mungkin sebuah tanda bahwa Ani sudah setuju, jika nantinya aku akan melamarnya.

Sambil meminum dan hatiku berbunga-bunga, aku dengan seksama mendengarkan perkataan calon mertuaku. Maaf nak, bukan maksud hati kami untuk tidak senang dengan mobil atau rumah yang diberikan oleh orang tuamu. Alasan kami ada dua, yang pertama kami ingin memberikan nasehat, bahwa hanya harta yang benar-benar halal saja yang boleh menyentuh putri kami ini. Sedangkan kau bisa mendengar, berita yang berkembang di masyarakat Bacang sini, bahwa jalan-jalan yang berlubang di sini adalah karena sang kontraktor tempat ayahmu bekerja telah melakukan pengurangan terhadap anggaran pembuatan jalan dan mengurangi kualitas bahan pembuatnya.

Kau bisa lihat juga di pemda kita, tempat kamu dan ibumu bekerja, masih banyak pungli untuk pengurusan surat-menyurat, pengurusan paspor, dan legalisasi surat tertentu. Banyak masyarakat kita yang mengeluh akan pungli yang sangat memberatkan mereka ini. Kami hanya tak mau nak, bahwa engkau akan mengisikan bara api neraka jahannam ke perut anak dan cucu kami kelak. Sudah menjadi tanggung jawab kamilah untuk memastikan bahwa suami anak kami berasal dari orang-orang yang tidak hanya baik, tapi juga jujur.

Dan alasan kami yang terakhir adalah kami ingin memastikan bahwa anak kami dapat hidup layak, meskipun sederhana, tapi kebutuhan untuk tinggal dan berlindung dari hujan dan sengatan matahari dapat terpenuhi, tak masalah rumah tipe 21 yang kau mampu beli, itupun cicilan masih 13 tahun lagi, tp asalkan semuanya itu berasal dari uangmu sendiri, sungguh rumah itu akan menjadi rumah yang berkah dan penuh cinta nantinya.

Bagaikan seperti disambar geledek. Hal yang selama ini aku anggap lumrah dan wajar, bagi mereka adalah seperti sebuah perkara yang amat sangat dahsyat pentingnya. Aku pun minta ijin, aku pun berjanji kepada Ani, dan akan menemuinya 3 bulan lagi untuk melamarnya bersama orang tuaku. Aku sudah pasrah entah orang tuanya akan menerimaku atau tidak nantinya.

3 bulan yang ditunggu tiba, akhirnya tibalah waktu lamaranku dihadapan mereka dan tentunya gadis yang sangat aku cintai, Ani. Sebelum lamaran aku berkata kepada calon mertuaku itu. Bapak dan ibu tak usah khawatir, selama hampir 4 tahun aku bekerja di Pemda ini, uang yang aku sisihkan untuk membayar cicilan motor dan cicilan rumah adalah dari hasil gaji bersihku sendiri, bukan berasal dari uang pungli yang sering dibayar kepada masyarakat ketika mau urus mengurus surat.

Selama ini aku memang mendapatkan bagian dari uang pungli yang diberikan oleh pimpinanku. Semuanya memang aku terima, tapi tak sedikitpun yang aku simpan, semuanya sebelum solat jumat tiba selalu aku masukkan di dalam kotak infaq, tentunya sambil aku beristighfar. Kami memang bukan dari keluarga religius dan tau banyak tentang agama, tapi bagiku selama kuliah, diriku selalu ditanamkan oleh dosen-dosenku untuk bertindak jujur. Karena jujur adalah berkah, dan berkah itu akan berujung pada kebahagiaan yang hakiki.

Mengenai kedua orang tuaku, 1 bulan yang lalu, harta simpanan mereka yang berasal dari sumber yang tidak halal, sumber yang subhat, atau berasal dari pungli urus mengurus surat di Pemda, telah kami sumbangkan kepada fakir miskin. Saya meyakinkan orang tuaku bahwa, harta warisan yang halal saja yang akan aku terima, sedangkan harta warisan dari sumber yang haram, tak akan sepeserpun kuterima. Tak terasa kedua mata ini menangis, begitu juga kedua orang tuaku, mereka, dan tentu saja Ani, calon isteriku yang air matanya membasahi mawar-mawar merah yang selama ini ia kumpulkan ketika aku dulu menemui orang tuanya.

Setelah mendengar lamaran yang disampaikan oleh ayahku, akhirnya mereka calon mertuaku menyerahkan jawabannya langsung kepada Ani. Ani pun dengan mengucapkan bismillah, dengan yakin menerima lamaranku. Sungguh bahagianya diriku, 1 minggu lagi aku akan menjadi suami si Ani, cinta pertamaku di waktu SMA, Kuliah, hingga saat ini.

——–000———

sekedar guyonan/lelucon

Usia pernikahannya memang baru menginjak 3 bulan, tapi Dodo dan Dinda kini tak lagi jaim (Jaga image). Waktu pacaran dulu, Dinda selalu saja jaim ketika mereka lagi makan bersama. Seperti tidak nikmat, Dinda makannya pelan-pelan, cimit-cimit, and malu-malu kucing. Dinda ingin sekali dilihat Dodo sebagai sosok perempuan yang anggun dan punya tata krama. Sebaliknya, Dodo cuek dan memang terbiasa apa adanya, makannya lahap, kaya orang yang sangat kelaparan.

Setiap mereka hangout dan makan diluar misalnya, Dinda tak pernah merasa kenyang, dia ingin menunjukkan pada mas Dodo, bahwa dirinya itu orang yang sangat menjaga etika dan bertata krama. Sedangkan Dodo adalah orang yang cuek, buktinya perutnya yang buncit itu menandakan bahwa dirinya doyan makan tanpa punya malu sedikitpun. Tapi sekarang berbeda, setelah menikah, Dinda pun cuek-cuek saja melahap makanan. Bahkan lebih parah dari si Dodo, makannya celamitan gak punya etika. Ya, mungkin ini pengaruh dari bayi yang lagi dikandungnya sehingga memerlukan sumber energi tambahan. Tapi meskipun demikian mereka tidak pernah absen untuk makan dg membaca bismillah, memulai memakan makanan dari pinggir dan berhenti makan sebelum kenyang.

Tak hanya masalah makanan sebenarnya, ketika pacaran dulu, Dodo adalah orang yang sangat hobi membuang angin alias ngentut. Namun anehnya, ketika lagi hangout bersama Dinda atau sedang ngapel ke rumah calon mertua, Dodoi adalah orang yang sangat pandai menjaga rahasa kentutnya. Ada-ada saja ulahnya. Mulai dari permisi minta ijin ke kamar mandi atau permisi ke luar untuk mengecek apakah sepeda motornya sudah terkunci, itu semua sebenarnya hanyalah alih-alih Dodo untuk permisi kentut, tanpa sepengetahuan Dinda dan calon mertuanya itu.

Hari hari pertama setelah honeymoon, Dodo memang masih selalu menyembunyikan kentutnya itu. Tapi setelah 3 bulan, kentutnya Dodoi adalah bahan becandaan mereka. Mereka balas membalas, pertama Dodo, lalu disusul dengan Dinda, dan begitu pula sebaliknya.

Selain itu, ketika masih pacaran dulu, Dinda selalu memakai parfum yang wangi. Semua dibeli dengan harga yang tidaklah murah. Sebotol berkisar harga 200 ribu hingga 500 ribu. Tak lupa bedak yang tebal untuk menutupi bekas jerawatnya itu. Harganya memang tidak mahal, tapi cukup membuat kantong menipis. Belum bajunya yang up to date dengan tren saat itu, super ketat, dan seksi. Tapi lihatlah kini setelah menikah, boro-boro mau memakai pakaian yang ketat dan seksi untuk menyenangkan suami. Yang diapakai adalah daster bolong kesayangannya. Bau yang tercium juga bukan parfum wangi seperti yang ia pakai dulu ketika masih gadis, yang tercium adalah bau tidak sedap karena ia lupa untuk mandi sore. Padahal wewangian atau parfum yang istri pakai di rumah untuk menyenangkan suaminya, itulah yang akan mendatangkan pahala, sedangkan parfum yang ia pakai ketika di luar rumah waktu berpacaran dulu akan mendapatkan dosa dan laknat dari para malaikat.

Lain halnya dengan Dodo, ketika masih pacaran dulu, ia tak pernah lupa untuk memakai deodorant agar ketiaknya tidak bau. Namun anehnya, setelah menikah ketiaknya bau sekali, bulu nya pun setiap jumat tidak pernah dicabut/dipotong. Bau mulutnya pun tidak sedap. Maklum hal yang menjadi kesukaannya ialah makan jengkol pete dan juga merokok. Padahal klo ia memperdalam agama, seharusnya ia menggosok giginya sebelum menjalankan solat fardhu. Selain mulutnya segar, ia pun mendapatkan pahala, karna hukum bersiwak (menggogosok gigi) sebelum solat adalah sunnah muakad atau sangat dianjurkan. Tak hanya itu, Ia pun seharrusnya tidak akan merokok, karena selain para ulama banyak yang mengharamkannya, ternyata asap rokok itu sangat membahayakan kesehatan anak dan istrinya..

Sudah 3 tahun usia pernikahan mereka. Difa sang buah hati pun kini telah bisa berjalan bahkan berlari. Dinda kini pun telah banyak mengetahui agama dari pengajian di lingkunan rumahnya tersebut. Begitu juga dengan Dodo, pengajian di musholla kantornya setiap abis solat ashar telah banyak menyadarkannya untuk dapat hidup lebih islami. Sudah menjadi kewajiban suamilah untuk menyayangi istri dan anak-anaknya, mengarahkan mereka agar lebih baik dan berakhlakul kharimah.

Dodo kini pun tak lagi merokok. Meskipun sulit, tapi karena imannya yang besar kepada Rabb dan rasulnya, serta karna cintanya kepada istri dan anak-anaknya, ia pun sudah 1 tahun ini tidak merokok. Ia sadar bahwa merokok adalah salah satu perbuatan boros yang sangat dicintai oleh syaithan dan dibenci Allah. Ia berfikir, klo ia tidak merokok, uang 10 ribu yang tadinya ia belikan rokok setiap hari dapat ia tabung untuk membelikan kurban kambing pada idhul adha. Ia pun rajin memotong rambut ketiaknya di waktu Jumat dan tak lupa memakai deodorant dan parfum pilihan istrinya itu.

Sedangkan Dinda sudah jauh berbeda dg Dinda yang dulu. Ketika di luar rumah, atau sedang berpergian ke pesta ia tidaklah memakai parfum, tidak pula memakai pakaian yang ketat dan super seksi. Ia memakai pakaian muslimah, pakaian yang lebih disukai Allah dan suaminya. Namun, ketika di rumah, ia bebas untuk berpakaian, tapi tidaklah daster oblong yang sering ia pakai. Ia memakai pakaian yang menarik, dengan parfum yang sangat disukai oleh suaminya. Dodo dan Dinda kini pun sangat berbahagia. Mereka semakin hari semakin cinta, sebagaimana kemesraan mereka satu sama lain yang semakin bertambah.

Keluarga Bahagia, bermula dari prasangka anda

Saya lahir dari keluarga sederhana. Aku adalah anak yang paling tua. Namaku Iman, Umurku 24 tahun, dan sampai saat ini kuliahku belumlah lulus. Diriku masih bertengger pada semester 5 jurusan ekonomi universitas Bangun Dewa Madiun. Sedangkan adikku satu-satunya, Ahmad Zulkarnain sedang menjalani pendidikan dokter di UGM.

Banyak hal yang tidak aku mengerti dengan hidupku. Tak ada satupun kelebihanku yang membuat diriku dan membuat orang tuaku bangga. Tampangku pas-pasan, gak bisa dibilang ganteng seperti Afgan, tapi tak pernah dicaci maki karena jeleknya kebangetan seperti Tukul. Untuk soal akademis pun tak jauh bedanya. Masih dalam predikat pas-pasan. Diriku tak terlalu bodoh untuk tidak lulus UAN SD, SMP, dan SMA. Meskipun jangan pula kau rendahkan aku karna diriku tak pernah mendapatkan rangking di sekolahku dulu.

Tapi untuk kuliah, entah kenapa aku tidak lagi menyandang gelar predikat mahasiswa pas-pasan. Mahasiswa seumuran diriku ini sudah seharusnya lulus dari universitas, bekerja di gedung-gedung perbankan atau di perusahaan-perusahaan besar. Tapi diriku disini masih betah saja kuliah, masih kangen dengan kuliah di kelas yang sama, dengan dosen yang sama pula.

Ekstrimnya, Aku adalah mahasiswa bodoh. Meskipun banyak juga teman-teman dikampus dan dosen yang menyindirku dengan sebutan mahasiswa antik atau mahasiswa tipikal E. Aku dipanggil mahasiswa antik, karna mereka tak berani menyebutku sebagai mahasiswa yang tua, lantaran tak lulus-lulus. Para dosen juga memanggilku mahasiswa tipikal E, karena mereka tak sampai hati memanggilku sebagai mahasiswa yang malas dan bodoh, selalu saja mendapatkan nilai E meskipun sudah mengulang beberapa kali mata kuliah.

Aku iri dengan adikku Ahmad. Selain orangnya ganteng, orang tuaku sepertinya lebih mencintai dirinya dibandingkan aku. Untuk uang kiriman bulanan pun aku menaruh curiga padanya, jangan-jangan orangtuaku memberikannya lebih besar dariku. Untuk urusan akademis apalagi, dirinya bisa sampai di kedokteran umum UGM bukan tidak lain adalah karena beasiswa yang diterimanya dari perusahaan farmasi terbesar di Indonesia. Ketika SD dan SMP dirinya kerap kali mendapatkan juara perlombaan cerdas cermat, siswa berprestasi hingga pada waktu SMA ia pun berhasil mengikuti program akselerasi.

Meskipun demikian, aku tidak bisa marah padanya. Orangnya sangatlah rendah hati dan sangat hormat kepada kakaknya. Akhirnya hanya kupendam saja perasaan kesal dalam diriku. Mengapa Tuhan tidak begitu adil dalam menciptakan hamba-hambanya. Mengapa Dia menciptakan aku dengan kondisi yang bodoh dan tampang yang pas-pasan. Lalu mengapa mereka, orang tuaku sendiri juga tidak adil ketika memperlakukannya dan diriku. Mengapa mereka tidak memperlakukan diriku seperti Ahmad, bukankah diriku adalah bukti cinta mereka yang pertama kali. Apakah aku hanyalah anak pungut yang diambil karena pada waktu itu mereka belum mempunyai anak? Aku benci dengan hidupku ini.

Akhirnya kuputuskan untuk pergi dari rumah untuk sementara waktu. Kubohongi kedua orang tuaku dengan mengatakan bahwa di kampus, aku mengikuti kegiatan pendakian gunung Semeru selama seminggu. Tak tega rasanya membuat mereka was-was dan khawatir. Aku tak tau harus kemana. Aku bimbang kemanakah aku harus mengadu dan menyelesaikan masalah ini. Akhirnya atas tawaran Anang, diriku menemani dirinya pulang ke Garut Tasik untuk menjenguk orang tuanya yang sedang sakit keras.

Sampailah aku disana. Di sebuah rumah mungil, beratapkan rumbia. Alas rumahnya pun masih tanah tanpa semen atau keramik putih. Tak berapa lama setelah meletakkan barang bawaan, kami pun masuk ke sebuah kamar yang pintu dan jendelanya dibiarkan terbuka. Di kamar itulah, seorang wanita tua, yang 22 tahun yang lalu telah membesarkan seorang anak yang kini duduk dihadapan dirinya. Kupandangi wajah ibunya Anang yang sedang berbaring lemas di kamarnya itu. Wajah Anang pun tampak lesu, air matanya sudah sampai membasahi kedua pipinya. Tak tega rasa hati ini melihat mereka berpelukan. Sepertinya hati ini sangat merindukan suasana seperti ini. Merasakan bagaimana hangat pelukan seorang ibu yang sangat mencintai dan merindukan anaknya.

Tak berapa lama, seorang gadis kecil membawakan bubur dan obat untuk wanita tua itu. Bisa kutebak ini adalah adiknya Anang. Namanya Sarah, gadis kecil yang cantik dan imut. Mungkin seumuran dirinya masih bersekolah kelas 6 SD.

Setelah lama kami berbincang-bincang dengan ibu dan adiknya, Anang pun mengajakku untuk solat di masjid dekat dengan rumahnya. Maklum waktu itu menunjukkan pukul 3 sore lebih 20 menit, pas ketika adzan sedang berkumandang.

Setelah Sholat ashar, Anang menyuruhku untuk duduk sejenak. Kata Anang, biasanya ba’da solat ashar, kiyai Migdad sering memberikan tausiah singkat untuk para jamaah masjid itu. Mataku memang terasa berat sekali, letih akibat seharian perjalanan ke rumahnya Anang. Sayup-sayup kudengar Kiyai Migdad itu berkata, “Jamaah masjid Baitul hikmah yang saya hormati, hidup ini akan terasa indah dan berbahagia jika kita berprasangka baik kepada Allah. Jika anda merasa bahwa Allah sayang kepada kita, maka kita pun akan menjadi orang yang tersayang di dunia ini. Oleh sebab itu setiap apa yang telah menjadi nasibmu, maka syukurilah, mungkin di dalamnya terdapat hikmah yang belum kita ketahui.

Di akhir ceramahnya, Kiyai Migdad berpesan bahwa segala cobaan dan masalah yang terjadi di kehidupan kita, maka sudah seharusnyalah kita berusaha dan memaksimalkan potensi yang kita miliki untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dan jika nasib kita belum berubah, berbaik sangkalah terhadap Allah, mungkin Ia masih ingin menguji apakah kita termasuk hambanya yang sabar dan bertawakal.

Ditengah perjalanan pulang aku berbincang-bincang mengenai kehidupan keluarganya Anang. Anang bercerita bahwa dirinya ini sebenarnya bukanlah anak dari wanita yang telah aku temui tadi di rumahnya. Ketika ia masih SMA, Ayah dan Ibunya tewas dalam kecelakaan pesawat yang mereka tumpangi ketika mereka sedang dalam perjalanan bisnis menuju Malaysia. Syukur, Anang ketika itu tidak ikut, karena akan mengikuti ujian kenaikan kelas.

Ia pun bercerita, dulunya ia masih merasa sedih jika teringat kecelakaan orang tuanya, bagaimana dirinya yang yatim tanpa ada ayah dan ibu yang bisa berbagi rasa dengan dirinya. Namun dibalik itu ternyata mengandung hikmah yang besar. Hingga SMA, Anang sebenarnya tidak pernah sekalipun mendapatkan siraman rohani yang baik dari ayah dan ibunya. Ayah dan ibunya adalah sosok pengusaha dan wanita karier yang sangat sulit untuk memperhatikan dan mendidik anak satu-satunya itu.

Anang ketika itu adalah seorang remaja yang syarat dengan kenakalan. Sudah berapa banyak macam obat-obatan keras yang ia konsumsi bersama teman-teman gaulnya tersebut. Bahkan, tak hanya itu kadang ketika orang tuanya tidak ada ia sering mengadakan pesta minum dan nyakau bersama dengan teman-temannya. Boro-boro mau sholat dan puasa, ia sama sekali tidak hafal surat al fatihah dan bagaimana caranya membaca/mengaji al Quran. Anang ketika itu adalah terkenal sebagai remaja brandal yang syarat dengan kehidupan malam dan kegiatan foya-foya.

Namun kini dirinya sudah berbeda dengan kondisinya 4 tahun yang lalu. Dengan ajaran dan didikan bibi nya itu, ia bisa mengerti bagaimana cara mendekat dan mengenal Tuhannya. Ia kini tau bagaimana caranya menjadi muslim yang baik, dan tau cara berterimakasih kepada Tuhan karena telah diciptakan dan diberi nikmat yang besar untuk hidup. Ia pun kini menjadi remaja yang baik, yang sudah melupakan masa lalunya sebagai remaja nakal yang syarat dengan kehidupan malam dan foya-foya.

Kalau dulu dikamarnya sering terdengar lagu-lagu rock yang memecahkan telinga, sekarang yang terdengar di kamarnya adalah suara lantunan ayat-ayat al Quran. Anang ingin sekali dengan ayat-ayat suci yang ia bacakan bisa mendatangkan keridhoan Allah buat orang tuanya yang telah meninggal tersebut. Ia ingin di akhirat kelak bisa memperjuangkan nasib orang tuanya yang dahulu ketika masih hidup sangat melalaikan sekali solat lima waktu.

Aku menerawang jauh ke angkasa. Kulihat kondisi dan nasibku sangat jauh lebih beruntung dibandingkan Anang. Aku masih memiliki ayah dan ibu yang sangat perhatian kepadaku. Walaupun aku sangat nakal dan bandel, mereka dengan bijak masih mau menegurku jika diriku melakukan kesalahan. Mereka pun masih mengingatkanku untuk solat, meskipun aku kerap kali berbohong bahwa aku telah solat. Mereka pun telah membiayaiku untuk belajar mengaji di masjid, meskipun seringkali aku berbohong dan membolos. Mereka pun masih bersabar, meskipun kuliahku seharusnya sudah seharusnya tamat 2 tahun yang lalu.

Ya Rabb, aku bersyukur kepadamu, masih memiliki ayah dan Ibu yang baik. Seluruh kebutuhanku, biaya kuliahku dan biaya kuliah adikku masih bisa terpenuhi. Aku pun bersyukur padamu ya Rabb masih bisa melihat mereka, masih merasakan bagaimana mereka sebenarnya sangat mencintaiku. Bagaimana mereka tidak memberikan uang jajan berlebih kepadaku agar aku tidak membelikan uang tersebut dengan narkoba atau minuman keras. Akupun mengerti mengapa mereka lebih rewel menasehatiku agar aku belajar dan beribadah dengan tekun, semuanya ini adalah demi kebaikan dan masa depanku sendiri. Akupun tau mengapa Ahmad dicintai setiap orang, karena dirinya adalah anak yang baik, memiliki akhlak yang terpuji, dan dekat kepada Allah. Tidak seharusnya aku iri kepada orang sebaik dirinya.

Akhirnya seketika itu pula aku menelpon kedua orang tuaku. Kukatakan sebenarnya bahwa aku sebenarnya tidak pergi ke puncak semeru ikut kegiatan pecinta alam. Kukatakan kepada mereka bahwa diriku akan berubah. Jauh seperti Iman yang dulu. Ingin menjadi anak yang berbakti dan bisa menyenangkan mereka. Dekat kepada Allah dan tau bagaimana caranya bersyukur kepada-Nya.

Cer-Pan by Mbah Dharmo Birowo

انظروا إلى من هو أسفل منكم. ولا تنظروا إلى من هو فوقكم؛ فهو أجدر أن لا تَزْدروا نعمة الله عليكم

“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian dan jangan melihat orang yang lebih di atas kalian. Yang demikian ini (melihat ke bawah) akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kalian.” (HR. Muslim)

Jogja dan sebuah kesuksesan

Aku hanya bisa melamun. Pikiranku sedang melayang jatuh, hatiku serasa ngilu dan sedikit takut. Bukan takut menjadi bujangan lapuk karena sampe saat ini aku tak mempunyai pacar. Ataupun sedih karena tidak mempunyai Hp untuk facebook-an. Yang kutakutkan adalah, 3 bulan menjelang UAN tiba, persiapanku sampe saat ini masih sangat kurang. Terutama dalam mata pelajaran matematika, sudah berapa kali ujian percobaan yang diadakan oleh sekolahku, namun sebanyak itu pula nilainya tak jauh dari angka 5.

Memang kegiatanku di SMA ini cukup banyak, selain sebagai ketua rohis di SMA Tegalkenangan ini, diriku juga harus mengantarkan koran dan majalah dari agen ke kios-kios terdekat dengan rumahku. Di waktu malamnya, aku juga seperti biasa menemani ayahku berdagang pecel lele di pinggiran trotoar pasar kuchen, Jogja. Maklum, 5 tahun yang lalu ibuku meninggal karena mengalami serangan jantung, jadi akulah yang menggantikan peran ibuku untuk menemani ayah berjualan pecel lele.

Aku ingin sekali lulus dan langsung bekerja. Aku tak ingin mengulang sekolah untuk tahun berikutnya. Bukan karena malu, tapi memang karena adik-adikku pun ingin merasakan bagaimana senangnya bersekolah dan belajar menulis dan membaca. Selama hampir 3 tahun, diriku memang tidak pernah disubsidi oleh sekolah. Aku pun harus membayar uang SPP sekolah sebesar 65 ribu sebulannya, dan membeli buku tulis dan buku bacaan yang tidak bisa dibilang kecil. Sekolah ku sebenarnya tau kalau kami adalah keluarga yang miskin, tapi ayahku bilang, masih banyak keluarga lain yang membutuhkan subsidi/bantuan sekolah itu lebih dari kita. Selagi ayah masih bisa bekerja, keperluan dan biaya sekolahku masih bisa terpenuhi.

Maklum dari sekian banyak siswa di sekolahku, hampir dari separuh siswa berasal dari keluarga miskin. Kondisinya memang tak jauh berbeda dengan keluargaku. Masih beruntung keluarga kami bisa makan dua kali sehari. Bayangkan, dengan 5 orang anak, penghasilan hasil berjualan pecel lele oleh ayahku hanya cukup untuk membiayai Uang SPP sekolahku dan biaya semesteran kuliahnya kakakku. Karena kondisi keuangan keluarga kami yang begitulah, dirikupun tak pernah mendapatkan uang saku/jajan. Seluruh hasil dari biaya mengantarkan koran/majalan dari agen ke kios2, aku kumpulkan untuk biaya kuliahku nanti.

Kusampaikan kegelisahanku ini kepada ayahku. Kukatakan padanya bahwa diriku ini belum terlalu siap untuk mengikuti UAN. Aku sangat khawatir kalau nanti diriku tidak lulus dan harus mengulang tahun depan. Ayahku memang sangat pengertian. Ia berkata, hidup seseorang dan kesuksesannya tidak lah ditentukan dengan kelulusan UAN atau berhasil memasuki universitas favorit. Hidup yang sukses adalah kejujuran untuk mengakui seberapa jauh kemampuan kita, mengakui kekurangan dan kelebihan kita, dan bagaimana kita melakukan usaha yang terbaik dan memaksimalkan kemampuan otak kita dalam berfikir.

Banyak orang yang malas, membohongi dirinya sendiri bahwa Allah telah menganugrahkan otak yang sempurna kepadanya, namun ia tidak mau berusaha, ia mencontek, dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kelulusan. Dalam kertas ia memang lulus atau sukses, tapi bagi ayah, orang seperti itulah yang sebenarnya dikatakan sebagai orang yang gagal.

Ayah ingin engkau bisa berusaha yang maksimal. Ayah tidak akan kecewa jika engkau nantinya tidak lulus. Yang penting engkau telah berusaha dan berdoa yang terbaik. Ayah yakin engkau dapat sukses nantinya, entah dari jalan kelulusan dan melanjutkan kuliahmu atau dari jalan yang lain. Tak adil rasanya jika ada siswa yang sama-sama tidak belajar, pemalas, atau tidak memiliki kemampuan menjawab soal, tapi yang satu dapat lulus karena mencontek dan yang lainnya tidak lulus karena tidak mencontek. Lihatlah pengusaha sukses Bob Sadino yang tidak mengenyam perkuliahan, tidak mendapatkan materi bisnis dan manajemen, atau pelajaran bagaimana melakukan investasi yang baik, beliau mampu menunjukkan bahwa kesuksesan tidaklah hanya didapatkan melalui bangku kuliahan semata.

15 tahun telah berlalu. Dan taukah anda apa yang terjadi dengan diriku. Apakah anda mengira bahwa aku bisa melanjutkan kuliah di universitas ternama di Jogja, atau minimal telah menjadi orang yang sukses…? Mungkin sebagian perkiraan anda memang ada benarnya, tapi sebagian besar juga tidaklah tepat. Aku memang tidak bisa berbangga karena tidak bisa melanjutkan kuliah ke UGM atau universitas swasta yang lain di Jogja. Aku pun tak mungkin berbangga dengan nilaiku yang pas-pasan dalam ijazah kejar paket C ku. Tapi yang membuatku cukup puas, adalah diriku telah jujur, mengakui bahwa bakat, otak, dan keahlianku bukanlah dalam mata pelajaran fisika, matematika, atau kimia.

Mungkin bakatku yang sebenarnya adalah dalam dunia bisnis, bagaimana memutar otak untuk menghasilkan inovasi-inovasi, dan yang paling penting adalah bagaimana mengkomunikasikan dengan banyak orang mengenai resep dan jenis barang yang aku buat. Aku tak pernah mendapatkan pelajaran marketing, manajemen bisnis, atau ilmu komunikasi dan manajerial. Tapi yang membuatku puas, dengan kerja kerasku, dengan ketekunanku, dan belajar dari nasehat-nasehat kecil ayahku, kini aku berhasil memperkerjakan 50 orang pegawai yang bekerja di 5 warung makan siap saji di Jogja, Sleman, dan Bantul. Tak hanya itu akupun berhasil membuka 5 salon potong rambut dan sebuah distribusi koran dan majalah yang memperkerjakan lebih dari 100 orang pegawai. Ketiga adik-adikku pun dapat melanjutkan kuliahnya di UGM.

Bagiku sebuah kata “kesuksesan” adalah bukan karena telah menjadikan diri kita sebagai seorang pegawai sebuah perusahaan dengan gaji yang sangat tinggi, atau sukses karena telah menamatkan pendidikan hingga S3. Kesuksesan buatku adalah bagaimana kita bisa menjadikan orang lain sukses, dapat bekerja dan memiliki penghasilan buat menafkahi anak-anak dan istri mereka. Dan yang paling penting, kesuksesan karena diri kita telah jujur mengakui apa yang menjadi kekurangan kita dan memaksimalkan apa yang menjadi kelebihan kita untuk keluarga dan seseorang yang kita cintai.

Seberapa ROMANTIS kah Anda…..?

Sebagian kita banyak yang ingin nikah muda. Setelah diterima bekerja, tak sedikit yang langsung menabung untuk mempersiapkan biaya pernikahan, uang lamaran, mahar, dan biaya awal berumah tangga. Tapi sayangnya sebagian dari kita tidak menyadari bahwa mempersiapkan “ilmu” nya juga sama pentingnya dengan mempersiapkan materi dan biaya pernikahan.

Fenomena-fenomena “suami-suami takut isteri”, atau “suami menang sendiri”, atau penganiayaan dalam ruamah tangga, tak akan terjadi jika masing-masing isteri dan suaminya mengerti dan paham kaidah hidup berumah tangga seperti yang diajarkan oleh Rasulullah. Berikut ini saya bawakan sedikit contoh-contoh hidup romantis ala Rasulullah…

***
Lemah lembut, bersenda gurau, dan Romantis ala Rasulullah…

Contohlah bagaimana rasulullah yang bersikap lemah lembut, dan bersikap romantis kepada isterinya. Beliau, rasulullah tidur dengan isterinya dalam satu selimut. Beliau juga mandi berduaan dan mencium istrinya sekalipun beliau dalam keadaan berpuasa. Tak hanya itu, beliau juga pernah bercumbu rayu dengan istrinya sekalipun istrinya dalam keadaan haid (HR. Bukhari 1928 dan Muslim 1851).

Banyak hadis yang mengajarkan kepada kita untuk memperlakukan isteri-isteri kita nanti dengan kelembutan, dengan kata-kata romantis dan senda gurau. Kalau istilah keren sekarang adalah “ngegombal” atau “ngerayu pake jurus mesra”. Semuanya dilakukan tidak lain agar lebih mendekatkan kita dengan isteri kita dan mendatangkan keridhoan Allah. Lihatlah bagaimana Rasulullah berlomba lari dengan istrinya (HR Abu Dawud 7/423). Apakah setelah kita tua nanti, dan mempunyai anak, kita malu untuk melakukan hal-hal seperti itu.

Banyak permainan, tidak harus dengan berlomba lari, tapi bisa saja dengan lomba-lomba lain yang dapat kita ciptakan, atau pekerjaan sehari-hari yang dapat kita ambil segi romantisnya. Isilah dengan senda dan gurau agar permainan atau pekerjaan yang kita lakukan bersama-sama dengan isteri menjadi sangat romantis, misalnya dengan mencuci piring bersama, atau dengan masak-memasak bersama. Tak hanya itu anda pun bisa maen pijat pijatan secara bergantian agar suasana romantis, capek anda pun hilang. (lihat HR Bukhari 5228 dan Muslim 4469)

***
Biar Langgeng, Komunikasi itu perlu….

Tak hanya itu, rasulullah juga bukan tipe orang yang sangat “pendiam”, beliau rasulullah sangat ramah kepada isteri-isterinya. Beliau sering berbincang-bincang kepada isterinya bila memiliki kesempatan. (HR. Bukhari dan Muslim). Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa hidup berumah tangga tidak baik diisi dengan ketegangan.

Banyak para isteri yang melaporkan bahwa suaminya adalah tipe yang sangat dingin dan pendiam. Seharusnya sang suami adalah orang yang tepat untuk diajak curhat oleh isterinya, karena selama waktu 24 jam, sang isterilah yang paling banyak mengurus rumah tangga, mengurus harta, dan anak-anaknya. Begitu pula dengan sang suami, ia dapat saling berbagi mengenai pekerjaan di kantor, kondisi lingkungan kerjanya atau permasalahan-permasalahan lain untuk dicarikan jalan atau solusi. Pokoknya untuk hidup romantis kita perlu “ngobrol-ngobrol” dengan isteri. Jadikan isteri tidak hanya sebagai isteri bagi anak-anak kita, tapi sebagai teman hidup, tempat kita bisa hidup berbagi.

***
Makan dan Minum “Romantis Ala Rasulullah…

Rasulullah adalah orang yang sangat “romantis” dengan isterinya. Rasulullah terbiasa menyenangkan isterinya dengan cara minum dari gelas bekas mulut isterinya. Tak hanya itu beliau juga makan dari bekas tempat makan isterinya. (lihat hadis Aisyah dalam Muslim 300).
Selain itu, sebenarnya kita bisa juga sering mengajaknya makan berdua di tempat-tempat wisata yang romantis, atau di rumah kita sendiri dg meja berlilin, diawali dengan membacakan suatu puisi cinta untuknya diakhiri dengan pemberian Bunga mawar atau melati sebagai bukti cinta padanya. Disamping itu tak ada salahnya jika kita punya rezeki berlebih, kita bisa belikan kado spesial. Entah perhiasan atau pakaianan yang dia senangi.

***
Kadang untuk Romantis, pembantu pun tak diperlukan…

Kadang ketika kita baru menginjak rumah tangga, pembantu belum terlalu dibutuhkan. Suami dan isteri bisa bekerja bersama-sama untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Suami tak usah malu untuk membantu isterinya dalam mencuci piring, minimal cucilah piring sendiri setelah makan. Atau biar lebih romantis, suami dan isteri bisa saling membantu untuk mencuci piring. Misal sang isteri bertugas mencuci piring dengan sabun, dan sang suami bertugas untuk membilasnya.
Sebegitu banyaknya pekerjaan rumah tangga, tak akan bisa dikerjakan oleh isteri sendirian, mulai dari menyapu, mengepel, mencuci, menyetrika dan lain-lain. Disinilah butuh peran suami untuk membantu isteri dalam melakukan hal tersebut. Suami tak usah malu untuk menyapu, memasak yang ringan, atau menyetrika pakaiannya sendiri. Contohlah seperti rasulullah bagaimana beliau yang meskipun sibuk mengurus umatnya, beliau masih sempat untuk membantu keluarganya (lihat HR. Bukhari 676 dan Ahmad 6/49).

***
Cemburu itu perlu, bahkan penting…

Cemburu itu penting, bahkan Rasulullah adalah orang yang paling pencemburu. Diriwayatkan, bahwa ketika itu Sa’d bin ‘Ubadah berkata, “jika aku menjumpai seseorang bersama isteriku, niscahya aku akan memenggalnya dengan pedang pada sisi yang tajam.” Sampailah ucapan itu kepada Nabi, lalu beliau bersabda, “Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’d? Sungguh, Aku lebih cemburu darinya, dan Allah Lebih cemburu dariku (HR Bukhari 6846).

Tetapi tentu saja kecemburuan ini harus dilakukan secara wajar. Berilah kepercayaan kepada sang isteri secukupnya agar ia mempertangganggung jawabkan amanah yang telah kita berikan kepadanya.

***
Biar hidup rumah tangga barokah, Allah harus lebih kita cintai daripada isteri dan anak-anak kita…

Puasa melatih kita untuk lebih mencintai Allah daripada makhluk, meskipun kepada isteri yang sangat kita cintai. Ketika di siang hari, demi cinta kita kepada Allah, kita tidak melakukan jima’ (hubungan suami isteri) hingga waktu buka puasa tiba. Bahkan ketika adzan datang, karena cintanya kita kepada Allah, kita dengan ikhlas datang ke masjid dan meninggalkan untuk sementara pekerjaan kita dari membantu isteri. (lihat HR Bukhari 676).

Ketika waktu shalat telah tiba, maka ajaklah isteri kita untuk shalat. Shalatlah kita ke masjid karena laki-laki yang telah baligh diwajibkan oleh agama untuk sholat berjamaah di masjid berdasarkan 2 hadis sahih rasulullah. Dan menurut rasulullah shalat yang terbaik bagi wanita adalah di rumah. Akan tetapi jika tidak ada fitnah maka menurut hadis rasulullah yang lain, maka tak apa bagi kita mengajak istri dan anak2 kita yang masih kecil untuk shalat bersama-sama di masjid.

***
Sebenarnya masih banyak lagi hal yang dapat kita jadikan pedoman atau pelajaran untuk menjadikan “ibadah setengah agama” ini sebagai salah satu ibadah paling romantis. Teman-teman bisa membeli buku buku pernikahan islami yang ada di toko-toko buku terdekat seperti gramedia. Karena ilmu dan sumbernya adalah “investasi” masa depan anda…

Dan terkahir saya tutup notes ini dengan menyampaikan 2 firman Allah….
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptkan untukmu, istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang” (Ar-Rum 21).

Dan bergaulah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah), karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. (An-Nisa 19).

Sepenggal kisah Seseorang Bersama Dengan Yang Dia Cintai

Suatu cerita, di sebuah kota pelajar, hiduplah seorang gadis cantik berumur 23 tahun. Ia, alisya orang memanggilnya, terlahir menjadi seorang gadis cantik dan baik hati. Ia lahir dari keluarga yang baik dan harmonis. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan ayahnya adalah seorang dokter spesialis yang membuka praktek di rumahnya. Alisya hidup serba kecukupan, meskipun tidak mewah, tapi ayahnya sanggup menyekolahkan dirinya hingga universitas, bahkan ayahnya pun siap untuk membiayainya kuliah master di luar negeri.

Tapi alisya berpikiran lain, baginya, dirinya dapat meneruskan pendidikan setelah menikah. Apalagi saat ini banyak sekali lamaran dari teman seangkatan, atau kenalan keluarga yang ingin melamar dirinya. Ada yang serius untuk mengajak menikah, tetapi ada pula yang hanya ingin menjadikannya pacar atau kekasih. Alisya sudah bosan berpacaran, ia teringat dengan Roni, mantan pacarnya yang dahulu telah meninggalkannya karena harus menikah dengan gadis pilihan orang tuanya atau si Andre, pacar pertama nya yang telah selingkuh dengan teman baiknya.

Singkat kata, setelah dikenalkan dengan kedua orang tuanya, Alisya akhirnya menikah dengan Bima. Bima bukanlah sosok seseorang yang ia cintai selama ini seperti mantan-mantan pacarnya dulu yang hedonis. Alisya sebenarnya tidak mencintainya, ia hanya kagum dengan Bima karena Bima adalah orang yang rendah hati, rajin beribadah, dan telah mempunyai penghasilan yang baginya bisa menafkahi dirinya dan anak-anaknya kelak.

Apalagi, ia ingin Bima adalah jawaban dari sosok yang akhir-akhir ini sering ia mimpikan dalam tidur. Alisya ingin Bima dapat membimbingnya kepada agama, mengajarinya untuk dapat lebih dekat kepada Allah, dan menjadi tempat untuk berbagi dan saling menyayangi.

Awal tahun pertama pernikahan, tak ada yang istimewa. Alisya bagaikan di penjara. Hidupnya serba tidak enak. Bukan masalah kekurangan harta atau kekurangan kasih sayang dari sang suami. Tapi lantaran kebiasaan hidupnya yang selama ini sangat berbeda dengan kebiasaan dan kesukaan sang suami.

Bayangkan, meskipun Alisya adalah orang yang tidak pernah absen dari solat lima waktu, tapi solatnya jarang sekali di awal. Sebelum menikah dengan mas bima, dirinya selalu solat subuh setelah jam 5, itupun karena ia dibangunkan oleh sang bunda. Sedangakan Bima suaminya kini adalah orang yang rajin beribadah dan selalu solat berjamaah dimasjid. Alisya tak enak hati dengan suaminya kalau ia mengetahui bahwa istrinya adalah orang yang pemalas dan sering terlambat untuk solat.

Begitu juga dengan acara televisi kesukaannya, mas bima sangat suka dengan siaran berita dan acara2 yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan, sedangkan alisya, dirinya sangat menyukai infotainment, acara2 mencari jodoh, dan pertunjukan dangdut yang ada di berbagai stasiun televisi. Alisya mengetahui bahwa suaminya itu tak akan menyukai apa yang ia sering tonton dahulu sebelum menikah. Walhasil kini alisya hanya bisa diam, dan menonton berita dan acara2 yang baginya ini hanya membuatnya jenuh dan bosan.

Meskipun demikian, alisya sebenarnya adalah wanita yang berprestasi. Ia telah lulus di sebuah universitas negeri ternama di Indonesia dengan predikat sangat memuaskan. Kerap kali dirinya mendapatkan beasiswa selama kuliah dan seringkali diminta tolong untuk menjadi penerjemah bahasa Inggris beberapa buku text book. Tak hanya itu, dirinya pun sangat terkenal di kampus, aktif dalam lembaga kemahasiswaan. Pokoknya dapat dirangkum bahwa dirinya adalah adalah top ten women in campus.

Kondisi keluarganya yang serba kecukupan, pembantunya yang selalu menyediakan keperluan dirinya, dan karena kesibukannya di kampus, telah membuat gadis cantik ini tak pernah teringat baginya untuk belajar masak dan belajar bagaimana menjadi seorang ibu yang baik dari sang ibu. Yang ia pikirkan adalah bagaimana ia dapat mengejar pendidikannya secepat mungkin, mendapatkan IP yang terbaik dan prestasi yang membanggakan.

Sedangkan Bima suaminya, sangat mendambakan jika alisya bisa seperti ibunya yang pandai memasak. Bagi Bima, seperti ada yang kurang dari wanita jika ia tidak bisa memasak. Meskipun kita berpikir bahwa kita bisa membeli makanan di luar, atau pun menyuruh pembantu untuk memasakkan buat kita, tapi apabila sang istrilah yang memasak sendiri, maka rasa “Cinta” sang istri dapat membuat makanan menjadi tambah lezat dan berkah. Hal ini bagi Bima, juga dapat menghadirkan nuansa-nuansa romantis dan menjadi kenangan yang tak terlupa, bahwa istrinya adalah juru masak atau koki handal meskipun hanya di rumahnya sendiri.

Sedangkan alisya, ia sangat tidak menyukai perkerjaan dapur atau pun memasak, baginya dahulu ibunya atau pembantu nya lah yang selalu melayaninya untuk makan. Sedangkan sekarang, dirinya harus menyiapkan makan sebelum suaminya pergi bekerja dan pulang dari kantor. Hal ini bagi alisya adalah suatu kebiasaan baru dan belum pernah ia kerjakan selama ia masih gadis.

Untuk mempersingkat cerita, menjelang tahun kedua, Alisya mulai mengerti sifat, kebiasaan, dan kesukaan dari sang suami. Begitu pula Bima, ia selalu sabar dan selalu memberi perhatian lebih bagi Alisya. Bima tau, bahwa untuk menjadi imam, ia harus sabar dan tak pernah putus asa untuk mengenalkan apa yang baik dan buruk menurut pemahaman agama, bahwa agama itu penting bukan hanya sekedar teori yang disepelekan atau hanya angan-angan untuk meraih kebahagiaan akhirat semata, tapi agama itu juga penting untuk keutuhan dan kebahagian keluarga mereka. Akhirnya dengan ajakan Bima, seminggu sekali di waktu libur, mereka berdua pergi ke majelis taklim untuk menuntut ilmu agama, suatu tamasya yang romantis untuk mengingatkan apa yang menjadi kewajiban dan hak suami, dan apa pula yang menjadi hak dan kewajiban sang istri.

Akhir cerita, Alisya sudah mulai menyadari bahwa ibadah dan mematuhi perintah suami adalah awal yang akan menjadikan dirinya bahagia. Ia tau bahwa suaminya sangat mencintai dan menyayangi dirinya. Alisya ingin bahwa dirinya bisa bersama-sama dengan Bima hingga akhir masa, hingga dirinya dipertemukan kembali oleh Allah di surga, surga di mana mereka dan anak cucu mereka dapat berkumpul kembali dan menjalin kasih seperti waktu mereka di dunia. Walhasil, alisya kini telah menjelma menjadi isteri yang solehah. Dirinya kini telah solat di awal waktu, bahkan dirinya lah yang selalu mengingatkan Bima untuk solat tahajud di waktu malam. Rumah mereka pun bukan disibukkan oleh lagu-lagu dangdut atau acara-acara infotainment, di rumah mereka sering terdengar lantunan ayat Al Quran, dan suara-suara dari kaset dan CD ceramah agama.

Lengkap sudah kebahagiaan Bima, Alisya kini telah menjadi koki yang handal di rumah. Awalnya memang sulit, tapi setelah belajar privat di rumah ibunya dan belajar dari catatan memasak dari sang mertua, Alisya kini telah bisa memasak makanan makanan yang istimewa. Dirinya yakin, masakan yang ia sajikan buat suami dan anak-anaknya bisa menambah CINTA, dan suasana yang romantis di rumah. Meskipun hanya sekedar makanan, tapi itu cukup untuk mengantarkan rasa CINTA dan SAYANG sang Istri kepada keluarga.

Sudah hampir 8 tahun kehidupan rumah tangga mereka berjalan, tak pernah ada percecokan atau perselisishan yang besar. Alisya dan Bima kini pun telah dianugrahi Allah 2 orang anak. Dirma dan Indra adalah sepasang anak yang lucu, buah CINTA mereka yang mereka harapkan dapat berkumpul bersama-sama mereka di Surga kelak, surganya Allah buat orang-orang yang beriman dan saling mencintai.

Dan Ingatlah selalu firman Allah dalam surat At-Thur 21, “Dan orang-orang yang beriman beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan. Kami pertemukan acak cucu mereka dengan mereka (di dalam surga) dan kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka.”

Dan surat Ar-Ra’d 23, “(yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya, dan anak cucunya.

Semoga kita semua digolongkan menjadi hamba-hamba-Nya yang saling MenCINTAI karena ALLAH, dan sesungguhnya CINTA yang sejati adalah CINTA yang telah diikatkan talinya oleh Allah, seperti CINTA BIMA kepada Alisya…Wallahu a’lam.